Waktu Memang Mengajarkan Segalanya.
Kalau mau jadi penulis harus banyak-banyak baca buku, mau
jadi designer hebat harus banyak-banyak juga ngamatin karya-karya yang ada, mau
jadi CEO harus ngalamin dulu gimana rasanya jadi karyawan, mau jadi orang tua
ya pasti ngalamin dulu jadi anak, mau jadi orang tua yang baik ya harus jadi
anak yang baik.
Mau jadi penulis hebat? Berarti harus jadi pembaca yang
hebat juga.
Hebat dalam arti, Kalau suka novel banyakin baca novel yang
disuka, kalau sukanya romance ya bacanya romance bukan yang lain, bisa juga
jadi penyegar disaat udah mulai penat.
Iya kalau dipikir-pikir sesimple itu sih.
Dulu, duluuu banget gue pernah pengen jadi penulis novel, ya
mungkin sekarang pun masih ada hasrat jadi penuls.
“Pokonya pengen jadi penulis novel!” Sesaat setelah baca habis
novel pertama gue, secepat itu reaksinya, entah hormon apa itu yang memicu pada
saat itu, kemudian gue mulai membeli beberapa buku tips-tips menulis, dan
belajar dari internet tentang menulis.
Kemudian gue mulai menulis.
Tau hasilnya? Tulisan yang gue buat terlalu mengerikan untuk
dibaca oleh orang lain, itupun engga beres karena energi gue habis, penat.
Udah baca ini belum?
Udah baca ini belum?
Satu Kata, PENULIS!
Berawal dari situ kalau ga salah,
Ada satu sample fiksi yang gue buat.
Beberapa tahun kemudian gue mulai menyadari sesuatu, salah satunya mengenai dunia kepenulisan ini.
Hari ini gue beli buku, ada 2, yang satu dari Winna Efendi
“Happily ever after” dan satu lagi dari Austin Kleon “Steal like an artist”
Salah satunya adalah novel, novel lama memang, cetakan
pertamanya tahun 2014, tapi entah kenapa gue pengen banget bawa pulang ini
novel, ternyata tinggal sisa 2 buku, dan dua-duanya udah ga ada sampul
plastiknya, karena ngebet ya beli aja.
Pukul 00.45 setelah selesai nonton film The Words dari
laptop (entah kenapa hari ini ditakdirkan untuk nonton film tentang menulis
juga) kemudian gue mulai menyusun bantal
dan guling pada sandaran kasur, dan mulai membuka halaman pertama novel yang
tadi siang baru gue beli.
Dan boom, semua hal yang terjadi beberapa tahun silam atas
semua kebiasaan gue ketika membaca novel Winna Efendi ini (atau apapun yang
berhubungan dengan Gagas Media, karena gue seneng baca buku Gagas) seketika
kembali.
Menghabiskan malam dengan novel, karena malam hari ga pernah
ada yang ngajak ngobrol ketika gue lagi baca buku, kalaupun ada pasti gue lari.
Oh iya satu hal terpenting ketika baca buku tengah malam
adalah cemilan, kalau engga tengah malem kelaperan di kamar itu bukan hal yang
lucu, padahal tinggal ngambil makan atau sekedar makan lauk pauk yang tersisa
dari makan malam di ruang tengah, tapi pasti mager banget.
Balik lagi disaat gue baca novel, semua mimpi-mimpi gue
seketika kembali, dengan ruangan yang masih sama dengan beberapa tahun silam,
selimut yang masih sama.
Kemudian gue bergumam “Kenapa sih dulu gue pengen banget
bikin novel? Dan kenapa bisa gagal?”
“Oh ternyata karena itu.”